Senin, 05 November 2012

12 Kesalahan Fatal yang Kerap Dilakukan Peritel (Bagian 1)

Untuk berbisnis sebagai peritel ada beberapa bagian yang harus diwaspadai. Berdasarkan pengamatan Majalah DUIT! setidaknya ada 12 jenis kesalahan yang sering dilakukan oleh para peritel tanpa disadari.

1. Ingin tetap menjual ke semua orang

Banyak peritel mengaku pada saat merintis bisnis tidak terlalu memperhatikan segmentasi pasar. Mereka memilih untuk menjual apa saja dan kepada semua orang, terutama mereka yang bergerak di bisnis toko kelontong dan supermarket (grocery store). Padahal, peritel yang baik harus menjadi customer centric atau mengetahui preferensi pembelian pelanggan yang menjadi basis penjualan. Sehingga peritel dapat menentukan jenis dan jumlah yang disediakan di pasar.

2. Ingin sempurna dalam segala hal

Fokus adalah hal yang paling penting dalam bisnis. Fokus juga bisa diartikan tidak menjadi sempurna dalam banyak hal, melainkan hanya pada satu hal. Air Asia, Wal-Mart, dan Carrefour adalah contoh perusahaan yang fokus dan konsisten memosisikan diri sebagai yang termurah. Sehingga mereka mengejar efisiensi biaya mati-matian. Sebaliknya, Singapore Airlines dan Sheraton Hotel adalah perusahaan yang mengejar tingkat kualitas servis tertinggi.
 
Jadi, jika Anda tidak bisa menjadi yang paling efisien, maka jangan memosisikan sebagai toko yang paling murah. Sikap tidak konsisten semacam ini akan membahayakan citra perusahaan dalam jangka panjang. Sayangnya, tidak banyak peritel Indonesia yang melakukan hal. Terbukti dari banyaknya perusahaan yang beriklan bahwa dia menyediakan barang murah, tapi juga menawarkan layanan terbaik, inovasi dan produk terbaru. Jika pelanggan tidak puas, berarti Anda mulai “menghancurkan” citra perusahaan Anda sendiri.

3. Tidak percaya pada
brand
Dalam bisnis ritel, brand seringkali disepelekan. Seperti penamaan toko yang terkesan ala kadarnya, seperti Toko Pojok, Sate Pak Kumis, Restoran Sederhana. Brand bukan sekedar nama, tapi juga konsistensi penggunaan identitas, seperti peletakan logo, konsep, interior, atau penggunaan warna korporat. Brand merupakan identitas yang membedakan dengan pesaing. Ketika Toko Pojok memiliki beberapa cabang dan semuanya tidak berada di pojok, tentunya aneh jika menyandang nama Toko Pojok.

4. Salah pilih lokasi yang tidak prospektif

Semua lokasi yang tidak strategis tidak akan ramai dengan sendirinya jika akses tidak diperbaiki atau ditambah. Berharap pada “mekanisme alam” -berharap kelak lokasi pasti akan dikenal- bak berharap bintang jatuh dari langit. Kecerdikan peritel memprediksi masa depan sebuah lokasi menentukan lamanya waktu pengembalian investasi yang ditanam.

5. Terlalu fokus pada harga untuk menang

Cara menjual yang paling mudah adalah dengan banting harga. Namun, jangan harap bisa mepertahankan loyalitas pelanggan dengan hanya berbekal harga murah. Sebab, begitu pesaing menawarkan harga yang lebih murah, pelanggan akan lari ke toko sebelah.

6. Menyerahkan pada
word of mouth, tidak menggunakan media
Meski sudah beken, peritel raksasa macam Carrefour, Ace Hardware, atau Electronic City akan beriklan di koran nasional edisi Sabtu-Minggu. Ini kebalikan dari strategi peritel tradisional yang menyerahkan awareness produk dan tokonya dari komunikasi mulut ke mulut (word of mouth). Padahal media massa bisa menjadi alat publisitas yang kredibel untuk menyampaikan pesan dari perusahaan ke pelanggan. Terutama jika didukung strategi komunikasi pemasaran yang terintegrasi, mulai dari iklan di media massa (above the line) maupun aktivitas promosi di keramaian (below the line). (AWN)

Bersambung.....

 

1 komentar: