Selasa, 09 Juli 2013

Belajar Bangkit Dari Crocs

Belajar Bangkit Dari CrocsKetika Crocs, Inc. merilis saham pertamanya seharga 21 dolar per saham di tahun 2006, ada penilaian skeptis bahwa hanya masalah waktu perusahaan alas kaki tersebut akan tersandung.
Benar bahwa alas kaki produksinya dipakai secara luas oleh semua orang, mulai dari orang tua hingga profesional. Tapi, pada satu titik mereka mengatakan tren sepatu tersebut akan memudar.

Terlepas dari orang-orang yang menilai secara skeptis dan hadirnya barang tiruan yang beredar, penjualan Crocs terus meningkat pada tahun selanjutnya dengan puncak penjualan sebanyak 847 juta dolar pada tahun 2007.

Tapi, satu tahun kemudian resesi melanda Crocs. “Model bisnis kami waktu itu adalah ritel tidak perlu memesan produk,” ujar CEO Crocs John McCarvel. Produksi Crocs berbasis perkiraan.

Ketika penjualan tenggelam, perusahaan yang saat itu masih berusia muda mendapati persediaan produknya menumpuk, bahkan mereka tidak tahu berapa banyak  persediaan yang dimiliki ritelnya.

“Tiba-tiba resesi 2008 melanda. Ritel tak hanya tidak mengambil produk, bahkan mereka memotong jumlah persediaan. Ekonomi merosot dengan cepat,” ujarnya. Di tahun 2009, pendapatan Crocs anjlok ke jumlah 646 juta dolar dan nilai saham merosot menjadi 1 dolar per saham.

Terlepas dari pengalaman nyaris mati, Crocs kini hidup. Sekarang perusahaan alas kaki tersebut menjadi perusahaan bernilai miliaran dolar dengan suasana baru dalam langkahnya. Oktober tahun lalu, saham Crocs menanjak menjadi 75 dolar.

Crocs telah memperluas lini produknya mencakup 300 desain dengan rentang harga 25-60 dolar, dari model sepatu flats dan wedges hingga boots dan sepatu golf.

Kini Crocs meningkatkan manajemen rantai pasokan dan mengubah strategi ritel yaitu penjualan langsung ke konsumen sebanyak 43% dari bisnisnya. Pada waktu yang sama, perusahaan ini melebarkan sayapnya secara global dengan pasar AS mewakili kurang dari sepertiga dari penjualan.
Dari luar, perubahan Crocs terlihat dramatis. Kenyataannya, tahun-tahun tersebut penuh dengan perjuangan menurut McCarvel yang didaulat menjadi CEO pada tahun 2010.

“Dari awal kami tahu bahwa memiliki produk sandal ikonik adalah berkah yang sebenarnya, tapi kita juga tahu bahwa kita harus berinovasi,” tuturnya. Tahun 2006, perusahaan memasukkan material resin Croslite yang lembut, ringan, dan anti bau untuk seluruh desain produk alas kakinya. “Anda bisa melakukan banyak hal dengan material ini,” ucap McCarvel.
Sebelum resesi, perusahaan bergantung pada ritel untuk menjual dan mendistribusikan produknya. Produk alas kaki Crocs ada di mana-mana dari mulai ritel Nordstorm hingga Hallmark.

Kini, Crocs bekerja sama dengan ritel tingkat menengah, termasuk DSW dan Famous Footwear, serta menjualnya melalui ritel sendiri dan situs e-commerce. Pendekatan tersebut membantu Crocs mengendalikan persediaan produk agar tidak berlebih.

Pasar merek Crocs mengalami penurunan terutama di AS saat resesi melanda. “Bisnis di Asia tidak pernah melambat dan bisnis di Eropa berjalan dengan kecepatan yang baik,” kata McCarvel. “Sekarang kami memiliki keseimbangan global,” lanjutnya.
Sumber: Entrepreneur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar