marketing.co.id – Meski
belum memiliki divisi sendiri untuk market intelligence, seperti halnya
di negara lain, General Motor Indonesia juga diwajibkan untuk intens
melakukan kegiatan tersebut. Hal ini mengingat ketatnya persaingan yang
ada di pasar otomotif Indonesia.
Kondisi bisnis yang tidak menentu sering kali menjadi kendala
perusahaan dalam membuat benteng pertahanan. Apalagi bila sudah
bercampur dengan persaingan yang sengit. Seperti yang terjadi pada
industri otomotif yang salip-menyalip setiap waktu.
Untuk itu, penelitian pasar penting dilakukan agar perusahaan mampu
menghadapi berbagai ancaman, terutama dari sisi eksternal. Soal ini,
General Motors (GM) punya strategi sendiri, yaitu mengumpulkan berbagai
informasi lewat conference call setiap bulannya.
Para petinggi GM pusat, di Detroit, kerap meminta seluruh pejabatnya
yang ada di berbagai negara untuk memberikan informasi detail tentang
kondisi pasar per region yang ditangani oleh mereka.
Dari situ, petinggi GM akan membaca, menganalisis, untuk kemudian
memberikan saran mengenai strategi yang harus ditempuh para pejabatnya
dalam bersaing di wilayah masing-masing.
Menurut Harry Yanto, Business Planning, Product, and Order Manager PT GM Autoworld Indonesia (Chevrolet), teleconference ini sejatinya bersifat sharing
terbuka antara sesama pihak GM yang ada di pusat dengan yang ada di
region. Data yang dihimpun biasanya terdiri dari data produk dan
aktivitas campaign pesaing. Terlebih apabila dalam waktu dekat GM ingin merilis sebuah produk baru di negara tertentu, maka tingkat intensitas conference call bisa jadi lebih sering.
Misalkan GM ingin masuk ke segmen city car dalam waktu dekat
di Korea. Maka dari situ sudah harus mulai dicari siapa saja pemain
kuat di segmen tersebut, dan apa saja kelebihannya. Sebagai contoh
pemain anyar di segmen city car adalah KIA Picanto.
“Sebelum masuk untuk bersaing dengan KIA, kami sudah harus mencari
tahu mulai dari spesifikasi produk, wilayah distribusi, dan aktivitas campaign-nya seperti apa,” tegas Harry.
Begitu juga dengan GM di Cina, seperti diketahui pemain otomotif
anyar di sana adalah Volkswagen. Seperti di Indonesia yang dikuasai
merek Jepang—lantaran sudah lebih dulu datang, pada kasus VW di Cina
juga sama. Karena mereka lebih awal menancapkan kuku di sana, brand equity merekalah yang melekat kuat di benak konsumen Cina.
Sama seperti merek lain, awalnya GM sangat sulit menandingi VW.
Namun, seiring konsistensi yang dilakukan dalam hal riset pasar dan
inovasi produk, akhirnya GM berhasil menjadi merek yang cukup disegani
di sana. Saat ini, bisa dikatakan persaingan antara GM dengan VW seperti
adu balap dengan kecepatan yang hampir sama, keduanya sering
salip-menyalip dalam penguasaan pasar otomotif di Cina.
Keseriusan GM dalam melakukan riset pasar turut ditandai dengan hadirnya divisi market intelligence pada setiap cabangnya. Terutama yang sudah memiliki pabrik sendiri. Untuk Indonesia, kegiatan market intelligence belum terlalu gencar lantaran GM belum memfokuskan pasar Indonesia sebagai target market utamanya.
Akan tetapi, besar kemungkinan di tahun 2012—seiring bertambahnya
komitmen GM di Tanah Air untuk menjadikan negara ini sebagai salah satu
basis penjualannya, divisi market intelligence bisa jadi akan
terbentuk. Selama ini, dalam melakukan aktivitas itu GM menggunakan jasa
agensi. “Kami memiliki agensi terspesialisasi yang mengurus per bagian
aktivitas dari marketing,” imbuh Harry.
Selain agensi, GM Indonesia (Chevrolet) juga sering memanfaatkan
momen berbagai pertemuan untuk mencari tahu perkembangan pasar. Misalnya
pertemuan rutin yang diselenggarakan oleh Gaikindo. Tidak ketinggalan,
orang-orang yang ada di divisi marketing turut terlibat seperti
melakukan riset kecil-kecilan, menjadi mystery shopper, dan lain-lain. Sebab, bagaimanapun juga, merekalah yang bertanggung jawab terhadap penjualan dan penetrasi produk di pasar.
Untuk contoh kasus kegiatan market intelligence di Indonesia, Harry mengungkapkan hal ini pada kasus campaign.
Misalnya ada promo merek-merek kompetitor yang diketahui lumayan kuat
di pasar memberikan diskon cicilan 0% selama tiga tahun. Menghadapi
promo seperti itu Chevrolet tidak akan masuk ke ranah pertempuran
tersebut, melainkan mencari jalan lain yang lebih elegan, namun mengena
di hati konsumen. Caranya dengan memberikan diskon, tetapi bukan 0%
melainkan di atasnya—bisa 0,3 atau 3%. Namun, menyematkan gimmick-gimmick tertentu, semisal bagi pembeli pertama akan mendapatkan BlackBerry, iPad, dan seterusnya.
“Karena kalau kami bermain di ranah yang sama, itu akan menjatuhkan brand Chevrolet. Sementara, pemain-pemain yang melakukan promo dengan cara itu sudah memiliki brand equity yang sudah kuat di sini, jadi tidak masalah buat mereka,” jelasnya.
Namun, menurut Harry, yang penting buat Chevrolet dalam melakukan market intelligence
prinsipnya tidak boleh melanggar etika bisnis. Contoh, dengan sengaja
menempatkan orang-orang tertentu di perusahaan kompetitor untuk
memata-matai aktivitas perusahaan tersebut. Atau melakukan pembajakan
dari perusahaan kompetitor hanya untuk mengorek data dan strategi
perusahaan itu. GM akan melakukan pada trek yang benar, sehingga hasil
yang didapat akan terlihat cantik dan tidak menjatuhkan image ke depannya.
Mengenai rencana bisnis Chevrolet di Indonesia nanti, Harry
mengungkapkan, GM bakal masuk ke empat sampai lima segmen lagi demi
memperbesar market coverage yang kini sebesar 13%, menjadi 70%. Hal itu kemungkinan besar baru terwujud tiga tahun lagi dari sekarang.
Sementara itu, disinggung mengenai kinerja penjualan, Harry
mengatakan Captiva sebagai merek andalan untuk pasar di sini sampai
akhir tahun 2010 diprediksi angka penjualannya bakal menyentuh 1.800
unit. Dari data yang ada, penjualan Captiva terus mengalami peningkatan
sejak peluncurannya di tahun 2007 yang mencatat 700 unit. Pada tahun
2008 meningkat dengan meraih 1.000 unit, tahun 2009 sebanyak 1.500 unit,
dan tahun 2010 diperkirakan mencapai 1.800 unit. Kontribusi terbesar
buat Captiva masih diperoleh dari wilayah Jakarta, sebesar 30%. (Andri Darmawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar