Hanya
dalam tempo lima tahun, ban lokal merek Achilles mampu merambah pasar
di berbagai negara. Inovasi dengan produk berkualitas serta rajin
melakukan survei adalah kunci keberhasilannya.
Ban
adalah salah satu komponen utama dalam industri otomotif. Berkembangnya
industri otomotif, telah mendorong permintaan terhadap produk ban. Jika
melihat perkembangan otomotif di masa datang, bisnis ban memang memiliki
prospek yang bagus. Hanya saja, saat ini persaingan dalam industri ban
tampak semakin ketat. Hal ini terlihat dari kapasitas produksi ban di
dalam negeri yang jauh melebihi jumlah permintaannya.
Total permintaan yang ada khusus untuk pasar PCR (passenger car radial)
saja cuma 4,5-5 juta ban per tahun. Sementara, kapasitas yang ada di
seluruh Indonesia tercatat lebih dari 40 juta ban per tahun. Besarnya
kapasitas ini belum termasuk produksi ban untuk bus dan truk. Tentu saja
komposisi supply-demand ini jadi sangat jomplang. Karena itu, kondisi seperti ini kemudian mendorong para produsen ban untuk memasarkan produknya ke luar negeri.
Kendati
permintaan ban di tingkat global meningkat, namun persaingan juga
semakin ketat. Terlebih pada tahun lalu ketika dunia usaha dilanda
krisis finansial global yang menyebabkan permintaan pasar menurun.
Kondisi ini nampaknya dipahami betul oleh para produsen ban di tanah
air. Banyak di antara perusahaan giat melakukan inovasi produk serta
memperbaiki kinerjanya dengan menajamkan strategi pemasaran.
Salah
satu produsen lokal yang melebarkan pasarnya ke luar negeri adalah PT
Multistrada Arah Sarana Tbk. Melalui produknya yang sudah dikenal di
pasar dalam negeri, yaitu Achilles, perusahaan yang sudah go public
ini berhasil menembus pasar ekspor. Pasar yang dirambah pertama kali
adalah pasar Timur Tengah, kemudian meluas ke berbagai negara di Eropa,
Jepang, dan Australia.
Sejarah Awal
Keberhasilan
dalam melebarkan pangsa pasarnya ini bermula ketika PT Multistrada Arah
Sarana Tbk, selaku produsen Achilles, pada tahun 2004 mengambil alih
pabrik ban yang telah ditinggalkan pemilik sebelumnya. Mesin-mesin
pabrik kemudian dihidupkan kembali untuk memproduksi ban berukuran
standar. Ukuran 13 inci, 14 inci, dan 15 inci merupakan commodity size yang menjadi pilihan produsen saat itu untuk memenuhi kebutuhan konsumen domestik.
Seiring
perjalanan waktu, mulai muncul ide dan pemikiran dari pihak manajemen
perusahaan, bagaimana caranya agar tetap eksis dan terus berkembang.
Setia bermain di commodity size tentu bukan menjadi pilihan
yang tepat, mengingat persaingan dalam industri ban sangat kompetitif.
Perubahan manajemen pun dilakukan. Manajemen perusahaan kemudian berubah
menjadi perusahaan terbuka dengan melakukan go public. Dana yang diperoleh dari go public
itu digunakan untuk membeli mesin-mesin baru guna memproduksi ban
berukuran besar. Inovasi produk pun menjadi pilihan. Ban-ban dengan
ukuran besar kemudian diproduksi.
Strategi
yang dilakukan pihak manajemen nampaknya sukses. Perusahaan memiliki
produk hasil inovasi baru, yaitu ban dengan merek Achilles. Nama
Achilles muncul sekitar tahun 2005 dan sejak itu merek ini mulai dikenal
di pasaran. Produksi pun mulai melebar dengan dibuatnya berbagai ukuran
ban: 16, 17, 18, 19, 20, 22, dan 24 inci. Bahkan, mereka berencana akan
memproduksi ban dengan ukuran 26 inci. Selain Achilles, perusahaan juga
mengeluarkan merek lain, yaitu Corsa dan Strada. Kedua merek ini
merupakan peninggalan dari pemilik sebelumnya.
Go Global
Inovasi
yang terus dilakukan—dengan berusaha menciptakan tren baru di
pasar—menjadi sebuah misi untuk mencapai tujuan jadi pemain global.
“Makanya salah satu dari apa yang kita sebut visi dan misi adalah go global, menjadi salah satu big player di dunia ini,” ujar Hartono Setiobudi, Direktur Utama PT Multistrada Arah Sarana Tbk.
Dijelaskan,
sebagai pemain dunia, mempunyai kualitas produk yang baik tentu menjadi
suatu keharusan. Selain itu, harga yang kompetitif tentu juga jadi
pertimbangan agar produk mampu bersaing di pasar global. “Dalam hal
harga, tentunya juga harus menguntungkan untuk stakeholder,” kata Hartono menambahkan.
Lebih
lanjut diungkapkan, banyak hal yang dibutuhkan untuk menunjang kinerja
perusahaan agar bisa terus eksis di pasar global. Pembentukan brand image adalah salah satunya. Selain itu, sebuah produk mestinya mendapatkan market share yang baik di pasar domestik dulu. “Karena di Indonesia kita tuan rumah, kita harus mendapat market share yang baik,” imbuh Hartono.
Ditambahkan, pada waktu perusahaan pertama kali mengambil alih pabrik ban dari pemilik sebelumnya, share perusahaan
untuk pasar domestik kecil sekali. “Itu kalau tidak salah sekitar 12
ribu ban per bulan. Tidak ada 3 persen dari total permintaan. Namun
sekarang ini, kapasitas produksi kita sudah mencapai 80-90 ribu per
bulan. Jadi, hampir 20 persen dari total permintaan. Bisa dibayangkan,
dalam waktu lima tahun produksi kita sudah mencapai enam kalinya,”
ucapnya dengan bangga.
Untuk ekspor, pertama kali yang dibidik adalah pasar Timur Tengah, dengan produk ban berupa commodity size.
Kota Dubai menjadi pilihan untuk pusat distribusi ban Achilles ke
hampir seluruh negara di Timur Tengah. Namun demikian, agar produk ban
Achilles bisa diterima oleh pasar dunia, pembentukan brand image
dirasa sangat penting. Itulah yang kemudian mendorong Achilles berusaha
menembus pasar yang dinilai cukup sulit, yaitu pasar Uni Eropa
(terutama Jerman), Jepang, dan Australia.
“Jadi,
strategi kita pada waktu itu adalah membuat produk yang baik, kemudian
kita pergi ke negara yang paling sulit. Di sana kita uji kemampuan
produk kita. Apabila kita mampu diterima di sana, tentu kita akan lebih
mudah diterima di tempat lain. Dan ternyata ini terbukti. Jadi, kini
kita sudah ekspor ke seluruh dunia,” imbuhnya.
Menurut
Hartono, saat ini pasar ekspor Timur Tengah masih tetap yang terbesar.
Kemudian disusul oleh Uni Eropa, Asia, Australia, dan Amerika Serikat.
Di tahun 2009 yang baru saja lewat, total volume ekspor ban Achilles
yang dilakukan PT Multistrada Arah Sarana Tbk sekitar 4.180.000 ban.
Sementara itu, untuk volume domestik, perusahaan memproduksi sekitar
712.000 ban per tahun (untuk semua jenis ban, termasuk bus dan truk).
Untuk
menghadapi persaingan di pasar global, strategi yang dilakukan PT
Multistrada Arah Sarana Tbk adalah memberikan kualitas terbaik dalam hal
mutu produk. “Quality is very important to us. Kalau
ingin barang berkualitas, maka Anda harus mengeluarkan dana lebih.
Makanya kita masuk ke ukuran-ukuran yang besar agar diterima di pasar
seperti Jerman (Uni Eropa), Jepang dan Australia,” ungkap Hartono.
Ditambahkan, pihaknya juga meng-cover asuransi jiwa dengan product liability insurance.
Bila terjadi ada yang meninggal karena pecah ban, misalnya, pihaknya
tidak mau mengambil risiko seperti yang terjadi pada kasus “Firestone”.
“Dulu
murah sekali kita bayarnya. Sekarang ini sangat mahal setelah ada
kejadian ‘Firestone’ di Amerika Serikat—kepunyaan Brigestone.
Kejadiannya sekitar tahun 2002, ketika ada seorang pengendara mobil Jeep
yang menabrak hingga pengemudinya meninggal gara-gara bannya meledak.
Brigestone menderita kerugian sampai USD 1 miliar akibat kecelakaan itu.
Sejak saat itu, product liability insurance preminya naik luar biasa,” ungkap Hartono.
Lebih lanjut ditambahkan, product liability insurance itu sangat penting. Rata-rata importir ban tidak mau mengambil risiko. Mereka takut jika terjadi sesuatu. “Sebagai garansi, life insurance, kita yang harus bayar,” jelasnya lagi.
Hambatan
Dalam
konteks ekonomi global, tak dipungkiri peran China sangat dominan.
Banyak sektor usaha yang sudah didominasi oleh China, termasuk pemasaran
produk ban. Untuk melawan dominasi China, beberapa negara yang
tergabung dalam Uni Eropa melakukan ban—pembatasan berupa
undang-undang. Akibatnya tentu saja berdampak juga terhadap pemasaran
produk Achilles. Beberapa peraturan itu antara lain green tire (ban tidak boleh mengandung racun); low noise (ban tidak boleh berisik, maksimal 72 db); dan rolling resistance (sangat penting karena saving energy
dan juga mengurangi dampak polusi). Semua peraturan ini tidak
sembarangan, karena itu perlu teknologi. “Jadi, mereka membuat hambatan
dengan teknologi,” ujar Hartono lagi.
Itulah
proteksi yang dilakukan pabrik-pabrik besar di Eropa. Lain lagi yang
dilakukan oleh Amerika Serikat. Mereka memberlakukan pajak bea masuk
yang sangat tinggi, yakni mencapai 35 persen.
“Yang enak adalah kita, karena kita zero persen. Tapi, kita hanya diberi waktu tiga tahun. Makanya, dalam tiga tahun harus melakukan sesuatu. Menciptakan brand image, how to bring our product, supaya bisa dikenal baik, juga menyangkut kualitas dan harga. Kita mau produksi barang dengan kualitas oke dan harga yang terjangkau. Selain itu, kita juga punya program yang disebut customer satisfaction. Dan itu perlu sekali,” ungkap Hartono lebih lanjut.
Berbicara soal segmen pasar yang dibidik dan positioning Achilles di pasar global, diakui Hartono, ban Achilles memiliki pesaing, head to head dengan produk asal Korea dan Taiwan. “Terutama kalau di pasar Jepang, kita head to head dengan dua brand yang cukup terkenal. Dari soal harga pun sama,” imbuh Hartono.
Di masa mendatang, mungkin dua atau tiga tahun lagi, Hartono berharap merek Achilles
berada di peringkat 30-50 dunia. “Kalau di Indonesia kita ada di urutan
keempat,” ujar Andry Lee, Marketing Manager PT Multistrada Arah Sarana
Tbk, menambahkan.
Distribusi
Dalam
hal distribusi, Hartono mengakui tidak sembarangan mencari orang. “Kita
cari pemain yang benar, tidak sembarangan cari orang. Kita biasanya
gunakan probation barrier. Kita beri mereka enam bulan, lalu
kita lihat apa yang bisa mereka lakukan dengan produk kita. Begitu hari
ini dia beli satu kontainer, kemudian bulan depan naik, dan berikutnya
naik lagi, barulah kita bisa percaya. Itu pun kita tidak lantas tanda
tangan kontrak. Jadi, benar-benar gentleman agreement,” jelas Hartono lebih jauh.
Selain
itu, untuk lebih memahami keinginan dan memantau perilaku pasar,
perusahaan rajin mengirim karyawan untuk melakukan survei dan
mengunjungi toko-toko di luar negeri. Walhasil, semenjak perusahaan
beroperasi pada tahun 2004 hingga sekarang, berbagai prestasi pun telah
diraih. Pada tahun 2009 lalu, perusahaan yang pabriknya terletak di
Karawang ini telah mencatat ekspor sekitar 400 ribuan ban per bulan. Ke
depannya kemungkinan akan meningkat karena pelanggan bertambah banyak
dan pesanan pun meningkat. Kemudian, yang prestasi terakhir dicatat
adalah perusahaan meraih Investment Award 2009 sebagai juara kedua untuk
PMA, dan juara keenam Investment Award 2009 untuk PMDN. (Majalah
MARKETING/Harry Tanoso)