Jumat, 30 Agustus 2013

Zara, Merek Miliaran Euro Tanpa Iklan

ZaraRosalia Mera, co-founder kerajaan bisnis internasional asal Spanyol “Zara”, dikabarkan meninggal dunia minggu ini pada usia 69 tahun karena komplikasi stroke. Mera dikenal sebagai wanita yang pernah putus sekolah, namun mandiri dan memiliki ketertarikan pada desain pakaian disertai dengan etika kerja yang tinggi.
Zara sejauh ini adalah merek terbesar dalam portofolio Inditex Group dengan penjualan bersih dalam tahun fiskal 2012 sebesar 15,9 miliar Euro.
Salah satu hal yang menarik dari Zara adalah merek ini menjadi populer justru karena kurangnya orisinalitas. Para pelanggan menyerbu gerai Zara untuk membeli kopian desain pakaian berkel as dengan harga yang lebih ramah di kantong. Berikut, beberapa fakta menarik tentang bagaimana Zara selama lebih dari tiga dekade berkembang menjadi merek bernilai miliaran.
Hal menarik dari Zara internasional terletak pada pengucapan nama mereknya. Mantan suami Mera, Amancio Ortega mulai menjual pakaian tidur melalui toko kecil yang disebut Zorba. Tapi, seperti yang dilaporkan UK Telegraph di tahun 2011, “Pemilik bar sekitar dengan nama yang sama mengajukan protes. Maka digantilah nama menjadi Zara. Ironisnya, Spanyol adalah satu-satunya negara di mana Zara tidak diucapkan ‘Zah-hura’, tetapi ‘Tha-ra’.
Gerai pertama Zara berada di kota Galicia, Spanyol, yang dibuka pada tahun 1975. Kini merek ini memiliki gerai dengan jumlah lokasi 1.800 titik. Termasuk dua gerai di Tunisia, dua gerai di Azerbaijan, 21 gerai di Israel, 44 di Amerika Serikat, 56 gerai di Meksiko, dan 88 gerai di Jepang. E-commerce menjadi faktor pendorong yang besar bagi merek ini dan Rusia menjadi fokus besar di mana retailer meluncurkan sebuah platform baru musim gugur ini.
Zara berkembang dengan sedikit atau bahkan tanpa iklan sama sekali. Iklan bukan bagian dari model bisnis retailer. Harian New York Times musim gugur lalu mengatakan, “Zara bahkan tidak memiliki departemen pemasaran dan merek ini tidak terlibat dalam kampanye yang menyolok seperti yang dilakukan para kompetitornya.”
“Desainer Zara tidak bernama. Beberapa orang akan mengatakan hal ini karena para desainernya cendererung pengopi, alih-alih desainer. Zara dikenal sebagai perusahaan yang malu dengan media. Meskipun dikenal sebagai salah satu orang terkaya di dunia, Ortega Gaona menolak untuk melakukan wawancara dengan media, begitu pula dengan penerusnya Pablo Isla.
Salah satu momen terbesar pemasaran Zara adalah product placement tak berbayar yaitu pada Duchess of Cambridge, sehari setelah ia melangsungkan pernikahan. Menjadi seorang anggota kerajaan membuat Kate Middleton berhati-hati dalam berpakaian. Ia menyukai perpaduan merek high dan low, sebagai bentuk dukungan penampilan “High Street” begitu yang mungkin dikatakan oleh orang-orang Inggris.
Penampilan yang tak terlupakan adalah pada hari setelah pernikahannya dengan Pangeran William yaitu ketika ia keluar menggunakan gaun bermotif cornflower biru, dengan detail lipit dari bahan polyester yang hanya seharga 49,99 poundsterling di Zara.
Gerai Zara mengadopsi kecepatan layaknya perusahaan teknologi. Perusahaan ini mendapatkan desain baru lebih cepat daripada kompetitor pada umumnya. Inventaris segar adalah kunci bagi strategi penjualan Zara, dengan gerai yang memiliki stok desain baru dua kali dalam seminggu. Sangatlah penting untuk mengeluarkan gaya terbaru berdasarkan laporan Wall Street Journal.
Berbicara tentang kompetitor, mereka iri dengan model bisnis Zara – termasuk merek mewah terbesar yang sering kali gayanya dicuri. Stacey Cartwright mantan CFO Burberry Group PLC, mengatakan tentang Zara, “Mereka adalah studi kasus fantastis dalam hal bagaimana mereka me-manage agar produk masuk ke gerai mereka dengan cepat. Kami berhati-hati dengan teknik mereka.”

Sumber: Adage

5 Aturan Kesuksesan Ala Sillicon Valley

5 Aturan Kesuksesan Ala Sillicon ValleyTak peduli di manapun kita atau bisnis apapun yang sedang kita bangun, kita bisa belajar menjadi pengusaha yang lebih baik dengan melihat apa yang membuat para pengusaha di Silicon Valley sukses.
Meskipun kita hanya memiliki sebuah bisnis rumahan, kemampuan berinovasi, beradaptasi, dan berkembang adalah krusial untuk menjaga bisnis kita tetap hidup. Suatu bisnis bisa saja terlihat bisa bertahan hari ini, tapi keesokannya mati seketika.
Bagaimana para pengusaha di Silicon Valley beradaptasi? Dengan menjadi fleksibel. Fleksibilitas dipertahankan melalui satu set aturan tak tertulis tentang bagaimana orang-orang berinteraksi satu sama lain. Aturan ini membentuk kontrak sosial tak kasat mata yang mendukung pengusaha untuk berinovasi dan menyesuaikan diri dengan perubahan pasar.
Berikut lima aturan tak tertulis ala Silicon Valley berdasarkan keterangan CEO dan pendiri T2 Venture Capital, Victor Hwang, yang kita harus ketahui dan ikuti:
Percaya dan dipercaya. Hwang mengamati bahwa membangun hubungan bisnis di luar Silicon Valley membutuhkan waktu lebih lama. Di beberapa tempat, pendatang diamati dengan kecurigaan selama bertahun-tahun. Tidak begitu dengan di Silicon Valley. Sebuah pertemuan di coffee shop bisa menjadi hubungan bisnis keesokan harinya.
Pembatas sosial yang tinggi entah itu karena geografi, jaringan, budaya, bahasa, atau kepercayaan bisa menghambat hubungan bahkan sebelum hubungan tersebut lahir. Kecepatan berinovasi meningkat ketika orang-orang mematahkan pembatas-pembatas tersebut dan menciptakan jembatan kepercayaan di luar lingkaran mereka. Melakukan hal tersebut krusial karena inovasi tumbuh subur ketika orang-orang memberikan ide, latar belakang keterampilan, dan jaringan yang berbeda.
Carilah keadilan, bukan keuntungan. Hwang berpendapat bahwa mayoritas orang, terutama investor, memperlakukan bisnis seperti sebuah game – ada pihak yang menang dan kalah. Namun, kapital ventura yang paling sukses tahu bahwa mereka harus memperlakukan pengusaha dengan adil.
Kita harus belajar bahwa kita tidak bisa berinovasi sendiri. Kita membutuhkan mitra untuk melakukan ‘perjalanan’ bersama. Pengusaha yang bijak memiliki kerendahan hati untuk mencari kolaborasi positif jangka panjang dan mau mengorbankan kepentingan diri sesaat demi pencapaian jangka panjang.
Tanam sekarang, petik hasilnya kemudian. Mengundang dan memenuhi undangan makan siang. Memperkenalkan kepada orang lain jaringan kita. Menjadi mentor. Dengan cara-cara seperti itu kita mungkin berpikir tidak mendapatkan imbalan apapun. Tapi nantinya kita akan mendapatkan sesuatu yang bernilai: reputasi bagus. Kita akan menjadi ahli, orang yang bisa diandalkan, orang yang bisa dipercaya, dan dianggap penting.
Buka pintu dan dengarkan. Mendengarkan adalah kunci untuk membangun hubungan dan mengakses pemenuhan kebutuhan. Ajukan pertanyaan dan teruslah belajar. Ciptakan lingkungan di mana opini beragam dan talenta dihargai serta pendatang baru tidak dianggap orang asing.
Eksperimen. Jangan takut berbuat salah atau patah arang karena kesalahan. Kesalahan tidak mendefinisikan siapa kita, tapi memacu kita. Jangan biarkan rasa takut mencegah kita untuk mencoba sesuatu yang baru atau mencegah mendengarkan pendapat orang lain. Jika sesuatu tidak berjalan dengan baik, maka beradaptasilah, ambil ide lain, dan coba lagi.
Sudahkah Anda menjalani lima aturan tersebut?

Sumber: Entrepreneur

Strategi Sukses Branding Veneta System

Branding-1
Banyaknya merek-merek baru yang bermunculan membuat persaingan bisnis di pasar tinta refill kian sengit. Bagaimana Veneta System menghadapinya, apa saja strategi Veneta System menjadi merek TOP tanah air?
Didirikan pada tahun 2003, PT Veneta Indonesia memulai bisnis di bidang pusat isi ulang cartridge di Indonesia dengan merek Veneta System. Setahun kemudian, merek ini langsung dikenal sebagai pakar di bidang isi ulang tinta inkjet, toner, dan ribbon.
Persaingan
Namun, semakin banyaknya merek-merek baru yang bermunculan membuat persaingan di pasar tinta refill kian sengit. “Pasar tinta refill persaingannya makin ketat dan merek makin banyak bermunculan,” terang Freddy Thamrin, Assistant General Manager Veneta Media Usaha.
 “Namun, dalam hal ini Veneta System tetap menjadi pilihan terbaik di mata konsumen karena kami terus menjaga kualitas dan terus-menerus melakukan inovasi produk,” lanjut Freddy.
Tiga Positioning Veneta System
Sebagai pemimpin pasar regenerasi cartridge di Indonesia, Veneta System memiliki posisi yang jelas, yakni Ekonomis, Ekologi, dan Kualitas.
·         Ekonomis. Lebih dari 50% biaya dapat Anda hemat jika menggunakan produk Veneta System.
·         Ekologi. Dengan mengisi ulang cartridge, Anda telah mengurangi limbah cartridge yang 90% bahan bakunya plastik.
·         Kualitas. Produk Veneta System juga memiliki kualitas “As Good As Original”.
Keunggulan Veneta System
Sampai saat ini, perusahaan dengan 1.500 karyawan  ini memiliki 160 outlet yang tersebar di seluruh Indonesia, dan masih akan terus bertambah. Penambahan jumlah outlet yang pesat ini memberikan dampak yang sangat kuat bagi brand image Veneta system, sebagai market leader di bidang isi ulang tinta dan regenerasi cartridge di Indonesia.
Pada pertengahan 2008 lalu, Veneta Indonesia mendirikan pabrik di kawasan Sentul, Bogor. Pabrik tersebut merupakan pabrik remanufacture cartridge pertama di Indonesia.
Tidak sampai di situ, Veneta Indonesia kembali membuka pabrik di Kawasan Industri Berbek, Sidoarjo, Surabaya. Pabrik ini khususnya akan memberikan support kepada seluruh outlet yang berada di wilayah Indonesia Timur. Dengan segala upaya yang dilakukan, Veneta berhasil meraih omzet Rp 60 miliar/kuartal.
Media sosial
Promosi menjadi salah satu bagian terpenting dalam sebuah bisnis. Salah satu media yang tumbuh subur di era digital saat ini adalah media sosial.
Veneta System sangat serius dengan yang satu ini. “Media sosial pengaruhnya besar sekali. Dengan media sosial kami dapat lebih mudah berkomunikasi dan mengenalkan produk kepada masyarakat,” kata Freddy.
“Untuk itu, kami membentuk Divisi Marcomm dan Membership yang selalu meng-update dan berinteraksi dengan konsumen/pelanggan setia kami di Facebook, Twitter, Veneta online, website Veneta, dan kerja sama merchant.”
Top Brand Award 2013
Veneta Indonesia layak berbangga diri. Pasalnya, segala upaya yang telah dilakukan berbuah manis. Belum lama ini Veneta System dianugerahi Top Brand Award 2013 dari Majalah Marketing dan Frontier Consulting Group.
Veneta System berhasil meraih Top Brand Index (TBI) 30,7% jauh meninggalkan rival terdekatnya Doctor Ink yang berhasil meraih TBI 22%. Penghargaan ini merupakan satu dari sekian banyak penghargaan yang berhasil diraih Veneta System.
Ketika ditanya bagaimana mempertahankan predikat Top Brand ini, Freddy mengatakan bahwa akan terus memberikan kualitas yang premium terhadap pelayanan dan produk-produk yang dihasilkan oleh Veneta termasuk delivery dan penanganan komplain yang cepat dan tepat.
Selain itu, Veneta System juga akan terus mengembangkan teknologi terbaru untuk menghasilkan produk yang berkualitas, memperluas jaringan penjualan dan memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen serta mengembangkan produk tinta ke segmen White Format dan Large Format.

Sabtu, 17 Agustus 2013

Tips Mengembangkan Rencana Pemasaran Tahunan Anda

MARKETING.co.id- Pada bulan Januari, banyak perusahaan atau bisnis yang melakukan peninjauan kembali terhadap rencana bisnis mereka, namun mereka tidak memperhatikan rencana pemasaran.
Awal atau akhir tahun merupakan waktu yang tepat untuk meninjau kembali rencana pemasaran selama ini, sekaligus untuk mengembangkan kalender pemasaran tahun mendatang.
Rencana pemasaran tahunan akan membantu Anda mencari tahu apa yang harus Anda lakukan, bagaimana melakukannya, dan kapan harus melakukannya. Rencana pemasaran harus berjalan beriringan dengan pengembangan rencana bisnis Anda.
Rencana pemasaran tahunan ini juga akan meninjau kembali tujuan pemasaran Anda dan menentukan apa yang ingin Anda capai di tahun yang akan datang dengan upaya pemasaran Anda.
Seringkali, perusahaan menghindari proses ini karena mereka tidak mengetahui kapan memulai proses tersebut.
Untuk itu, berikut kami akan memandu Anda melalui langkah-langkah untuk menciptakan rencana pemasaran yang tepat seperti kami kutip dari marketing.about.com:
  • Siapkan pernyataan misi dan visi untuk tahun yang akan datang.
  • Temukan dan tentukan ceruk pasar Anda.
  • Kenali dan jelaskan layanan Anda.
  • Rencanakan dan kembangkan strategi pemasaran Anda.
  • Cari dan kenali pesaing Anda.
  • Buatlah tujuan pemasaran terukur.
Buatlah kalender pemasaran yang berisikan jadwal bulan demi bulan dari setiap kegiatan pemasaran dan kegiatan untuk tahun yang akan datang.
Pelajari cara memantau hasil dari upaya pemasaran Anda.
Dengan memiliki rencana pemasaran, Anda dapat bekerja lebih cerdas dalam mencapai target pemasaran Anda.
Setiap tahun Anda perlu meninjau kembali dan merevisi rencana pemasaran Anda. Rencana pemasaran Anda seharusnya mencerminkan perubahan dan tujuan berdasarkan pengalaman pemasaran dari tahun-tahun sebelumnya. (about.com)

Strategi Online Marketing Apa yang Tepat untuk Anda?

strategi online marketingSaat ini ada banyak cara untuk merayu konsumen melalui internet. Berikut cara mencari tahu strategi online marketing yang sesuai untuk Anda.

Seperti beberapa tahun lalu, online marketing berarti satu hal: search marketing. Search marketing sendiri terbagi dua:  search engine marketing (SEO) dan pencarian berbayar (PPC).

Setidaknya ada tujuh saluran online yang dapat dimanfaatkan sebagai bagian dari bauran pemasaran (marketing mix), yakni, content marketing, social marketing, ad retargeting, paid search, product feeds, affiliate marketing, dan email marketing.

Lantas, bagaimana para pemasar tahu saluran terbaik bagi mereka dan menentukan cara terbaik untuk memanfaatkan jalur tersebut?

Pada tahun 1898, pelopor iklan, St Elmo Lewis mengembangkan empat langkah untuk menulis salinan pemasaran efektif yang disebut AIDA (Attention, Interest, Desire, Action) – sebuah singkatan dari empat langkah guna meyakinkan seseorang untuk membeli dari Anda.

Pertama, Anda harus mendapatkan Attention mereka (A), kemudian membangun Interest (I) mereka, membuat Desire (D), dan akhirnya, mampu mendorong melakukan Action (A).

Lebih dari satu abad kemudian, model ini masih berguna untuk memperlihatkan perubahan dialog dengan pelanggan. Mulai dari pengenalan pertama sampai ke proses penjualan. Pesan yang disampaikan harus berbeda tergantung pada tahap apa Anda terlibat dengan pelanggan.

Pertimbangkan bagaimana model ini sesuai dengan penjualan dan keterlibatan Anda dengan pelanggan yang berbeda. Kebanyakan bisnis menyelaraskan strategi pemasaran “high funnel” dan “low funnel” dengan baik.

Apakah salah satu bisnis Anda lebih fokus pada kualifikasi dan membangun merek? Atau hanya bersaing pada harga dan kenyamanan? Jawaban atas pertanyaan ini adalah di mana Anda harus mulai menentukan strategi online marketing.

Dalam bukunya The Smarter Startup, Neal Cabage mengenalkan dua model pemasaran. Berikut yang mencerminkan perbedaan antara high funnel terhadap keterlibatan low funnel:

Inbound Marketing
Jika Anda menjual jasa atau produk high-end, Anda harus berpikir bahwa pelanggan akan melakukan penelitian terlebih dahulu sebelum memilih Anda.

Mereka mungkin mencari review, meminta referensi dari teman, atau menghabiskan waktu untuk melakukan penelitian secara online sebelum mereka memutuskan siapa yang akan mereka hubungi.

Sebuah kesempatan dengan pelanggan melalui conversion high funnel, sehingga Anda harus fokus menangkap attention (A) dan Interest (I) mereka.

Saluran online marketing dapat menarik pelanggan terbaik dan itu akan memperkuat reputasi Anda, menunjukkan pengetahuan serta kualitas Anda.

Content marketing bekerja sangat baik di sini. Pertimbangkan untuk menulis sebuah artikel untuk majalah online dan ikut andil dalam percakapan online di mana mereka berada. Pikirkan cara bagaimana mengaktifkan pendukung merek untuk berbagi pesan dengan jaringan sosial dan profesional melalui platform sosial seperti LinkedIn dan Twitter.

Berhubung tipe conversion high funnel dapat  berlangsung dalam beberapa minggu atau bulan, penting bagi Anda untuk tetap berhubungan dengan mereka. Hal itu dimaksudkan agar Anda tetap terjaga dalam pikiran mereka.
Jika Anda melibatkan mereka melalui high funnel, mereka cenderung tidak siap dalam hal pembelian. Namun Anda bisa meminta alamat email atau melakukan tindakan sosial. Hal itu memberi Anda kesempatan untuk terus berbagi pengetahuan dan komitmen terhadap kualitas dan melajutkan melalui proses pengambilan keputusan mereka.
Anda juga mungkin akan mempertimbangkan ad retargeting, yang melacak gerakan pengunjung online dan dapat terus menampilkan iklan di mana pun mereka pergi online tentunya setelah mereka mengunjungi situs web atau terlibat dengan konten online Anda.

Iklan ini tersedia melalui banyak penyedia jaringan iklan, termasuk Google AdWords, dan merupakan cara yang bagus untuk tetap menjadi Top of  Mind – salah satu dari tiga syarat meraih Top Brand Award.

Outbond Marketing
Outbond Marketing berfokus pada saluran yang lebih rendah (low funnel) yang fokus pada Desire (D) dan Action (A). Di sini Anda lebih fokus pada transaksi, lalu lintas (traffic), dan mengoptimalkan tingkat konversi.

Pesan yang Anda usung biasanya harus mencerminkan ini dengan waktu penawaran harga dan diskon yang sensitif. Untuk outbond marketing ada sedikit nilai dalam membangun keahlian atau komitmen terhadap kualitas, karena produk ini sering dikenal sebagai komoditas.

Tujuan outbond marketing harus berada di depan untuk mengubah calon pelanggan sebanyak mungkin menjadi pelanggan sebelum mereka meninggalkan situs web.

Saluran online terbaik untuk online marketing adalah yang paling efisien dalam mencapai tujuan low funnel. Misalnya pencarian berbayar (PPC). Product feeds dan program affiliate marketing merupakan dua kendaraan yang memungkinkan marketer  keluar untuk mendapatkan perbandingan direktori produk dengan produk yang populer, penyedia harga serta pengiriman.

Sementara itu, email marketing juga dapat dimanfaatkan sebagai mekanisme tindak lanjut, meskipun tujuan inbound marketing berbeda dan penggunaannya kurang kritis. Dibanding memelihara lead dengan  membantu mereka melalui proses penemuan yang panjang dan rumit, lebih baik re-market pelanggan yang sudah ada dengan penawaran khusus yang mudah-mudahan memenangkan bisnis tambahan.

Intinya, sangat penting mengenali tujuan dari masing-masing saluran online marketing, bagaimana itu dikonsumsi oleh masyarakat, dan bagaimana khasiat masing-masing saluran untuk pesan yang Anda coba komunikasikan.

Agar saluran lebih efektif, Anda harus memasangkannya dengan pesan yang tepat, dan pesan yang akan diterima dengan baik itu harus mencerminkan tahap yang sesuai dalam konversi saluran pelanggan Anda saat ini masuk.
Sumber: Inc.com

Menggali Informasi Lewat Conference Call

marketing.co.id – Meski belum memiliki divisi sendiri untuk market intelligence, seperti halnya di negara lain, General Motor Indonesia juga diwajibkan untuk intens melakukan kegiatan tersebut. Hal ini mengingat ketatnya persaingan yang ada di pasar otomotif Indonesia.

Kondisi bisnis yang tidak menentu sering kali menjadi kendala perusahaan dalam membuat benteng pertahanan. Apalagi bila sudah bercampur dengan persaingan yang sengit. Seperti yang terjadi pada industri otomotif yang salip-menyalip setiap waktu.

Untuk itu, penelitian pasar penting dilakukan agar perusahaan mampu menghadapi berbagai ancaman, terutama dari sisi eksternal. Soal ini, General Motors (GM) punya strategi sendiri, yaitu mengumpulkan berbagai informasi lewat conference call setiap bulannya.

Para petinggi GM pusat, di Detroit, kerap meminta seluruh pejabatnya yang ada di berbagai negara untuk memberikan informasi detail tentang kondisi pasar per region yang ditangani oleh mereka.

Dari situ, petinggi GM akan membaca, menganalisis, untuk kemudian memberikan saran mengenai strategi yang harus ditempuh para pejabatnya dalam bersaing di wilayah masing-masing.

Menurut Harry Yanto, Business Planning, Product, and Order Manager PT GM Autoworld Indonesia (Chevrolet), teleconference ini sejatinya bersifat sharing terbuka antara sesama pihak GM yang ada di pusat dengan yang ada di region. Data yang dihimpun biasanya terdiri dari data produk dan aktivitas campaign pesaing. Terlebih apabila dalam waktu dekat GM ingin merilis sebuah produk baru di negara tertentu, maka tingkat intensitas conference call bisa jadi lebih sering.

Misalkan GM ingin masuk ke segmen city car dalam waktu dekat di Korea. Maka dari situ sudah harus mulai dicari siapa saja pemain kuat di segmen tersebut, dan apa saja kelebihannya. Sebagai contoh pemain anyar di segmen city car adalah KIA Picanto.

“Sebelum masuk untuk bersaing dengan KIA, kami sudah harus mencari tahu mulai dari spesifikasi produk, wilayah distribusi, dan aktivitas campaign-nya seperti apa,” tegas Harry.

Begitu juga dengan GM di Cina, seperti diketahui pemain otomotif anyar di sana adalah Volkswagen. Seperti di Indonesia yang dikuasai merek Jepang—lantaran sudah lebih dulu datang, pada kasus VW di Cina juga sama. Karena mereka lebih awal menancapkan kuku di sana, brand equity merekalah yang melekat kuat di benak konsumen Cina.

Sama seperti merek lain, awalnya GM sangat sulit menandingi VW. Namun, seiring konsistensi yang dilakukan dalam hal riset pasar dan inovasi produk, akhirnya GM berhasil menjadi merek yang cukup disegani di sana. Saat ini, bisa dikatakan persaingan antara GM dengan VW seperti adu balap dengan kecepatan yang hampir sama, keduanya sering salip-menyalip dalam penguasaan pasar otomotif di Cina.

Keseriusan GM dalam melakukan riset pasar turut ditandai dengan hadirnya divisi market intelligence pada setiap cabangnya. Terutama yang sudah memiliki pabrik sendiri. Untuk Indonesia, kegiatan market intelligence belum terlalu gencar lantaran GM belum memfokuskan pasar Indonesia sebagai target market utamanya.

Akan tetapi, besar kemungkinan di tahun 2012—seiring bertambahnya komitmen GM di Tanah Air untuk menjadikan negara ini sebagai salah satu basis penjualannya, divisi market intelligence bisa jadi akan terbentuk. Selama ini, dalam melakukan aktivitas itu GM menggunakan jasa agensi. “Kami memiliki agensi terspesialisasi yang mengurus per bagian aktivitas dari marketing,” imbuh Harry.

Selain agensi, GM Indonesia (Chevrolet) juga sering memanfaatkan momen berbagai pertemuan untuk mencari tahu perkembangan pasar. Misalnya pertemuan rutin yang diselenggarakan oleh Gaikindo. Tidak ketinggalan, orang-orang yang ada di divisi marketing turut terlibat seperti melakukan riset kecil-kecilan, menjadi mystery shopper, dan lain-lain. Sebab, bagaimanapun juga, merekalah yang bertanggung jawab terhadap penjualan dan penetrasi produk di pasar.

Untuk contoh kasus kegiatan market intelligence di Indonesia, Harry mengungkapkan hal ini pada kasus campaign. Misalnya ada promo merek-merek kompetitor yang diketahui lumayan kuat di pasar memberikan diskon cicilan 0% selama tiga tahun. Menghadapi promo seperti itu Chevrolet tidak akan masuk ke ranah pertempuran tersebut, melainkan mencari jalan lain yang lebih elegan, namun mengena di hati konsumen. Caranya dengan memberikan diskon, tetapi bukan 0% melainkan di atasnya—bisa 0,3 atau 3%. Namun, menyematkan gimmick-gimmick tertentu, semisal bagi pembeli pertama akan mendapatkan BlackBerry, iPad, dan seterusnya.

“Karena kalau kami bermain di ranah yang sama, itu akan menjatuhkan brand Chevrolet. Sementara, pemain-pemain yang melakukan promo dengan cara itu sudah memiliki brand equity yang sudah kuat di sini, jadi tidak masalah buat mereka,” jelasnya.

Namun, menurut Harry, yang penting buat Chevrolet dalam melakukan market intelligence prinsipnya tidak boleh melanggar etika bisnis. Contoh, dengan sengaja menempatkan orang-orang tertentu di perusahaan kompetitor untuk memata-matai aktivitas perusahaan tersebut. Atau melakukan pembajakan dari perusahaan kompetitor hanya untuk mengorek data dan strategi perusahaan itu. GM akan melakukan pada trek yang benar, sehingga hasil yang didapat akan terlihat cantik dan tidak menjatuhkan image ke depannya.

Mengenai rencana bisnis Chevrolet  di Indonesia nanti, Harry mengungkapkan, GM bakal masuk ke empat sampai lima segmen lagi demi memperbesar market coverage yang kini sebesar 13%, menjadi 70%. Hal itu kemungkinan besar baru terwujud tiga tahun lagi dari sekarang.

Sementara itu, disinggung mengenai kinerja penjualan, Harry mengatakan Captiva sebagai merek andalan untuk pasar di sini sampai akhir tahun 2010 diprediksi angka penjualannya bakal menyentuh 1.800 unit. Dari data yang ada, penjualan Captiva terus mengalami peningkatan sejak peluncurannya di tahun 2007 yang mencatat 700 unit. Pada tahun 2008 meningkat dengan meraih 1.000 unit, tahun 2009 sebanyak 1.500 unit, dan tahun 2010 diperkirakan mencapai 1.800 unit. Kontribusi terbesar buat Captiva masih diperoleh dari wilayah Jakarta, sebesar 30%. (Andri Darmawan)

Perilaku Digital Pasar Remaja

www.marketing.co.id – Merek-merek yang membidik pasar remaja akan mengalami tantangan yang lebih besar di era digital. Ini juga terlihat dari hasil survei Top Brand for Teens yang disajikan oleh Majalah MARKETING pada edisi bulan April 2012 lalu. Ketika era digital belum datang, merek-merek yang membidik pasar remaja sebenarnya juga sudah berhadapan dengan problem yang berhubungan dengan loyalitas.

Maklum, mereka adalah pasar yang sensitif terhadap harga sehingga kemungkinan untuk pindah ke merek baru yang menawarkan harga murah, sangatlah besar. Pasar remaja juga adalah pasar yang diisi oleh konsumen yang variety seeker. Mereka ingin mencoba merek yang baru, relatif cepat bosan, dan berani mengambil risiko untuk sebuah merek yang tak dikenal sebelumnya.

Tahun ini dan di masa-masa mendatang, tantangan ini semakin besar. Hasil survei dari Frontier Consulting Group mengenai perilaku digital para remaja Indonesia menunjukkan kebenaran hipotesa ini. Hanya dalam waktu satu tahun saja sudah terlihat perbedaan yang sangat signifikan.

Survei dari Frontier ini dilakukan di enam kota besar di Indonesia. Kelompok responden adalah remaja yang berusia antara 13 hingga 18 tahun, atau mereka yang duduk di bangku SMP dan SMA. Hasil survei menunjukkan para remaja yang memiliki akun media sosial adalah 91,2% di tahun 2011. Pada tahun 2012, persentase ini meningkat menjadi 97,5%. Peningkatan terbesar adalah perilaku mereka dalam hal melakukan download atau upload, yang semula hanya 48,8% di tahun 2011, menjadi 71,1% di tahun 2012.

Salah satu kesimpulan dari hasil survei ini adalah bahwa remaja Indonesia sudah semakin dalam menggunakan media sosial baik dari jumlah waktu maupun besarnya engagement mereka. Apa implikasinya terhadap strategi dan proses dalam membangun Top Brand for Teens? Media sosial telah membuat remaja semakin memiliki banyak informasi terhadap merek-merek yang ditujukan untuk mereka. Kesempatan yang besar bagi merek-merek baru untuk dengan mudah mengisi benak pasar remaja.

Kedua, remaja-remaja Indonesia juga akan semakin memiliki kemampuan untuk membuat keputusan sendiri dalam melakukan pembelian atau memiliki pengaruh yang semakin kuat terhadap orangtua mereka. Memang, mereka belum memiliki penghasilan. Banyak proses keputusan pembelian merek yang mereka lakukan adalah terbatas dari uang saku yang mereka peroleh dari orangtua. Untuk produk-produk di luar jangkauan uang saku mereka, remaja ini bisa memberikan pengaruh kepada orangtuanya dalam membuat keputusan. Kalau di masa lalu, sebagian besar adalah rekomendasi orangtua kepada anak remajanya, tetapi saat ini, proses terbalik. Keinginan membeli dimulai dari anak remaja dan kemudian orangtua memberikan persetujuan. Ini terjadi terutama di produk-produk fashion, kosmetik, hingga penentuan liburan. Anak remaja saat ini dipersepsi oleh orangtuanya sebagai anak yang semakin cerdas. Mereka mendapatkan informasi lebih banyak dibandingkan orangtuanya. Tidak mengherankan bila kemudian orangtua bukan sebagai pihak yang menentukan dan memengaruhi, tetapi sebagai gate keeper atau pihak yang hanya memberikan persetujuan.

Ketiga, kemampuan media sosial dalam menyebarkan buzz sungguh luar biasa. Facebook, Twitter, dan YouTube sudah menunjukkan kehebatannya untuk menyebarkan informasi kepada para remaja dengan kecepatan yang tidak pernah terbayangkan. Ini juga yang membuat penyebaran informasi mengenai merek menjadi puluhan kali lebih cepat. Merek-merek yang sudah stabil akhirnya mudah digoyang pula.

Kesemua fenomena ini menunjukkan bahwa para CMO, marketing, atau brand manager yang mereknya membidik pasar remaja harus lebih sensitif dan cepat merespons pasar dan sekaligus harus semakin kreatif. Tidak mengherankan, hasil survei Top Brand for Teens juga menunjukkan bahwa terdapat merek-merek papan atas yang indeks Top Brand-nya turun hingga 10% hanya dalam waktu satu tahun. Sebuah penurunan indeks yang tidak akan mudah terjadi bila merek ditujukan untuk segmen dewasa.

Segmentasi Baru
Untuk melihat dampak perilaku digital terhadap kekuatan merek, CMO harus melakukan pendekatan yang baru dalam melihat konsumen. Groundswell memberi sebuah pandangan baru bagaimana membagi konsumen seusia dengan aktivitas dan pengaruh merek dalam dunia online. Dia membagi menjadi tujuh segmen atau kelompok, yaitu segmen creator, conversationalist, critic, collector, joiner, spectator, dan inactive. Segmen-segmen tersebut adalah para konsumen yang sangat aktif dan terlibat, dan dunia digital adalah bagian kehidupan mereka yang sangat penting.

Creator adalah mereka yang termasuk blogger. Mereka menulis, menciptakan, dan memberikan pengaruh kepada orang banyak. Conversationalist adalah mereka yang memiliki akun media sosial dan secara aktif melakukan updating. Segmen kedua ini juga merupakan penyebar informasi yang besar. Selanjutnya, segmen critic adalah mereka yang aktif menjadi anggota forum online. Mereka dengan rajin memberikan komentar dan mau terlibat dalam sebuah percakapan, walau relatif lebih pasif dibanding dengan dua segmen sebelumnya.

Critic adalah konsumen yang masih memberikan komentar pendek. Mereka mau merespons apakah like terhadap tampilan tertentu atau ikut dalam suatu vote dunia online. Segmen collector adalah konsumen yang masih rajin berlangganan RSS dan menjadi anggota dari berbagai situs.
Joiner adalah mereka yang mungkin masih memiliki akun media sosial tetapi relatif pasif. Mereka hanya kelompok yang tidak ingin merasa ketinggalan terhadap perkembangan digital. Yang banyak dihuni oleh mereka yang berusia lebih dari 50tahun adalah segmen spectator. Mereka mungkin membaca berita digital, tetapi tidak tertarik menjadi bagian dari komunitas digital. Mereka adalah segmen penonton saja. Disebut sebagai bagian dari inactive kalau tidak melakukan aktivitas apa pun dalam dunia digital. Mereka hanya senang menonton televisi atau bertemu langsung dalam berkomunitas.

Bisa diduga bahwa konsumen remaja adalah mereka yang banyak menduduki segmen atas dalam piramida ini. Creator, walau jumlahnya sedikit—mungkin hanya 0,1%, memberikan pengaruh lebih dari 50% konsumen. Sebuah komplain dari para creator atau conversationalist akan menyebar kepada ribuan atau jutaan konsumen dalam waktu sangat singkat.

Oleh karena itu merek-merek yang membidik segmen di bawah piramida ini akan beruntung. Mereka masih akan menikmati banyak kestabilan. Maklum, mereka yang berusia diatas 40 tahun banyak yang masuk dalam grup inactive, spectator, atau joiner. Mereka sungguh pasif dalam aktivitas media sosial dan selalu menjadi grup yang ketinggalan informasi.

Merek-merek yang membidik pasar remaja pun, tidak akan memiliki dampak yang sama. Ada beberapa industri yang memang sensitif terhadap media sosial, seperti industri kuliner, fashion, dan otomotif. Ketergantungan industri ini terhadap media sosial semakin besar.

Di satu sisi, justru ini bisa menjadi kesempatan bagi merek yang cerdas memanfaatkannya. Mereka akan mendapati biaya komunikasi yang lebih efisien. Mereka akan menikmati pembangunan merek yang lebih cepat. Selain itu, merek-merek yang kemudian bisa melibatkan segmen remaja agar lekat dan memiliki engagement dengan merek mereka, semakin terbuka. Sungguh sayang, masih banyak perusahaan dan CMO yang tidak menyadari akan tantangan dan sekaligus kesempatan yang besar dalam era digital ini. (Handi Irawan D.)

Dua Potensi Pelanggan Anda (3)

www.marketing.co.id – Dalam artikel terdahulu, kita menyinggung bahwa setiap pelanggan mempunyai dua nilai: nilai potensi dan nilai daya tarik.

Kita telah membahas semua detail dari nilai potensi pada artikel bulan lalu. Pada artikel ini, kita akan fokus pada nilai yang lain, yaitu “nilai daya tarik”.

Saya punya teman yang sangat menikmati jalan-jalan mencari tempat yang enak untuk makan. Ia sering kali memberi saya referensi tentang tempat-tempat ia pernah mencicipi makanan enak. Kadang-kadang restorannya mahal, tapi kadang ada juga yang hanya berupa warung sederhana. Kadang-kadang ia merekomendasikan tempat yang makanannya enak, tapi kadang ia merekomendasikan tempat makan yang suasananya menyenangkan. Dalam semua rekomendasinya, ia sebenarnya sudah menjadi pelanggan dan telah mendapatkan pengalaman yang menyenangkan dari semua tempat makan tadi, maka ia merekomendasikannya kepada saya.

Ini adalah contoh jelas dari nilai daya tarik. Setiap pelanggan yang sudah menikmati kualitas baik dari produk atau jasa yang Anda berikan, mempunyai potensi untuk “menarik” pelanggan lain kepada Anda dengan mengatakan hal-hal yang baik tentang bisnis Anda. Kebalikannya juga berlaku. Setiap pelanggan yang kecewa akan kualitas buruk produk atau jasa yang Anda berikan, mempunyai potensi untuk “menarik” pelanggan MENJAUH dari Anda dengan mengatakan hal-hal yang buruk tentang bisnis Anda.

Itulah kekuatan dari nilai daya tarik bagi para pelanggan. Lalu, untuk membuat nilai daya tarik ini menjadi semakin kuat, kita cenderung percaya bahwa promosi dari mulut ke mulut atau testimoni yang berasal dari teman-teman kita adalah jauh lebih ampuh daripada kampanye iklan yang paling menarik dan mahal sekalipun!

Berikut adalah contoh lain dari nilai daya tarik pelanggan:
Bertahun-tahun yang lalu, kantor saya di Singapura terletak di lantai tiga di gedung perkantoran yang berlokasi di sepanjang Orchard Road. Di lantai dasar gedung tersebut ada sebuah department store yang menjual produk-produk kulit branded asli seperti tas kantor, ban pinggang, dompet, sepatu, pena, penjepit dasi, dan lain-lain. Toko-toko tersebut sering dikunjungi oleh turis-turis Jepang setiap hari dan saya bisa melihat bahwa bisnis mereka berjalan dengan baik.

Bahkan dalam waktu sebulan sejak dibuka, mereka sudah mengembangkan usahanya sampai ke lantai dua. Suatu hari, saya bertemu dengan pemilik department store tersebut dan menanyakan, “Anda beriklan di majalah apa di Jepang?” Ia terlihat kaget. “Beriklan di majalah di Jepang, sementara toko saya ada di Singapura? Itu sungguh pemborosan! Saya bahkan tidak beriklan di majalah Singapura!” Ketika saya menanyakan bagaimana ia bisa mendapatkan banyak pengunjung dari Jepang tanpa beriklan, ia menjawab, “Saya menggunakan konsep ‘nilai daya tarik’.” Maka saat itulah pertama kali saya mendengar konsep ini—pada tahun 1986.

Ia menjelaskan kepada saya bahwa ia telah mengembangkan suatu kerja sama dengan banyak sopir taksi di seluruh Singapura. Ia hanya memberitahu mereka jika mereka berhasil membawa turis Jepang ke tokonya, ia akan langsung memberikan mereka tip sebesar 5 dolar, tak peduli apakah turis itu membeli atau tidak di tokonya. Tetapi, jika si turis tersebut ternyata membeli secara kontinu di tokonya, ia akan mentransfer 0,25 persen komisi dari pembelian tersebut langsung ke rekening si sopir taxi.

Dalam waktu singkat, berita tentang penawaran menarik ini mulai menyebar ke kalangan para sopir taksi. Mereka mulai “mengantarkan” turis-turis Jepang langsung ke pintu tokonya! Ini adalah cara menerapkan konsep nilai daya tarik yang sangat ampuh dan menguntungkan. Satu-satunya perbedaan adalah, tidak seperti teman saya yang telah merasakan kualitas dari makanan/pelayanan restoran-restoran dan warung-warung, dalam contoh ini, si sopir taksi bahkan tidak perlu membeli barang dari department store, tetapi tetap bisa “menarik” pelanggan!

Tentu saja, konsep nilai daya tarik ini sangat ampuh dan hebat dalam bisnis. Jadi pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana Anda bisa memaksimalkan kegunaan/fungsi dari kekuatan nilai daya tarik ini?
  1. Apakah produk atau layanan Anda cukup baik sehingga para pelanggan ingin mempromosikan dan membagikannya secara positif kepada teman-teman mereka, dan bahkan ikut mendorong teman-teman mereka untuk turut membelinya?
  2. Apa saja yang bisa dilakukan sehingga dapat secara konsisten mengingatkan para pelanggan untuk menyebarkan cerita positif tentang bisnis Anda kepada teman-teman? Materi apa yang bisa Anda berikan supaya mereka bisa membagikannya lagi ke teman-teman mereka?
  3. Apa yang bisa Anda berikan sebagai tanda penghargaan kepada para pelanggan yang sudah mereferensikan Anda kepada teman-temannya untuk membeli?
  4. Bagaimana dengan contoh para sopir taksi tadi? Mereka bahkan bukan pelanggan, tetapi mereka secara aktif merekomendasikan supaya para turis Jepang bisa membeli produk di department store tersebut. Pihak mana yang harus Anda ajak kerja sama? Pihak mana yang punya akses langsung ke target pasar dan calon pelanggan Anda? Bagaimana Anda bisa membuat suatu penawaran yang menarik supaya bisa menggerakkan mereka untuk menjalankan nilai daya tarik.
Pelanggan potensial Anda sudah jenuh dibombardir oleh banyak iklan setiap hari, yang semuanya mengklaim bahwa mereka adalah solusi yang “terbaik, tercepat, dan termurah” di dunia. Konsumen Anda sedang bingung. Jadi, ke mana mereka harus berpaling untuk mencari saran atau pendapat? Tentu saja ke teman-teman mereka, alias para pelanggan Anda yang terdahulu atau pelanggan yang sudah ada. (James Gwee T.H., MBA.)

Ban Achilles: Go Global dengan Berinovasi

IMG_3773webHanya dalam tempo lima tahun, ban lokal merek Achilles mampu merambah pasar di berbagai negara. Inovasi dengan produk berkualitas serta rajin melakukan survei adalah kunci keberhasilannya.
Ban adalah salah satu komponen utama dalam industri otomotif. Berkembangnya industri otomotif, telah mendorong permintaan terhadap produk ban. Jika melihat perkembangan otomotif di masa datang, bisnis ban memang memiliki prospek yang bagus. Hanya saja, saat ini persaingan dalam industri ban tampak semakin ketat. Hal ini terlihat dari kapasitas produksi ban di dalam negeri yang jauh melebihi jumlah permintaannya.
Total permintaan yang ada khusus untuk pasar PCR (passenger car radial) saja cuma 4,5-5 juta ban per tahun. Sementara, kapasitas yang ada di seluruh Indonesia tercatat lebih dari 40 juta ban per tahun. Besarnya kapasitas ini belum termasuk produksi ban untuk bus dan truk. Tentu saja komposisi supply-demand ini jadi sangat jomplang. Karena itu, kondisi seperti ini kemudian mendorong para produsen ban untuk memasarkan produknya ke luar negeri.
Kendati permintaan ban di tingkat global meningkat, namun persaingan juga semakin ketat. Terlebih pada tahun lalu ketika dunia usaha dilanda krisis finansial global yang menyebabkan permintaan pasar menurun. Kondisi ini nampaknya dipahami betul oleh para produsen ban di tanah air. Banyak di antara perusahaan giat melakukan inovasi produk serta memperbaiki kinerjanya dengan menajamkan strategi pemasaran.
Salah satu produsen lokal yang melebarkan pasarnya ke luar negeri adalah PT Multistrada Arah Sarana Tbk. Melalui produknya yang sudah dikenal di pasar dalam negeri, yaitu Achilles, perusahaan yang sudah go public ini berhasil menembus pasar ekspor.  Pasar yang dirambah pertama kali adalah pasar Timur Tengah, kemudian meluas ke berbagai negara di Eropa, Jepang, dan Australia.
Sejarah Awal
Keberhasilan dalam melebarkan pangsa pasarnya ini bermula ketika PT Multistrada Arah Sarana Tbk, selaku produsen Achilles, pada tahun 2004 mengambil alih pabrik ban yang telah ditinggalkan pemilik sebelumnya. Mesin-mesin pabrik kemudian dihidupkan kembali untuk memproduksi ban berukuran standar. Ukuran 13 inci, 14 inci, dan 15 inci merupakan commodity size yang menjadi pilihan produsen saat itu untuk memenuhi kebutuhan konsumen domestik.
Seiring perjalanan waktu, mulai muncul ide dan pemikiran dari pihak manajemen perusahaan, bagaimana caranya agar tetap eksis dan terus berkembang. Setia bermain di commodity size tentu bukan menjadi pilihan yang tepat, mengingat persaingan dalam industri ban sangat kompetitif. Perubahan manajemen pun dilakukan. Manajemen perusahaan kemudian berubah menjadi perusahaan terbuka dengan melakukan go public. Dana yang diperoleh dari go public itu digunakan untuk membeli mesin-mesin baru guna memproduksi ban berukuran besar. Inovasi produk pun menjadi pilihan. Ban-ban dengan ukuran besar kemudian diproduksi.
Strategi yang dilakukan pihak manajemen nampaknya sukses. Perusahaan memiliki produk hasil inovasi baru, yaitu ban dengan merek Achilles. Nama Achilles muncul sekitar tahun 2005 dan sejak itu merek ini mulai dikenal di pasaran. Produksi pun mulai melebar dengan dibuatnya berbagai ukuran ban: 16, 17, 18, 19, 20, 22, dan 24 inci. Bahkan, mereka berencana akan memproduksi ban dengan ukuran 26 inci. Selain Achilles, perusahaan juga mengeluarkan merek lain, yaitu Corsa dan Strada. Kedua merek ini merupakan peninggalan dari pemilik sebelumnya.
Go Global
Inovasi yang terus dilakukan—dengan berusaha menciptakan tren baru di pasar—menjadi sebuah misi untuk mencapai tujuan jadi pemain global. “Makanya salah satu dari apa yang kita sebut visi dan misi adalah go global, menjadi salah satu big player di dunia ini,” ujar Hartono Setiobudi, Direktur Utama PT Multistrada Arah Sarana Tbk.
Dijelaskan, sebagai pemain dunia, mempunyai kualitas produk yang baik tentu menjadi suatu keharusan. Selain itu, harga yang kompetitif tentu juga jadi pertimbangan agar produk mampu bersaing di pasar global. “Dalam hal harga, tentunya juga harus menguntungkan untuk stakeholder,” kata Hartono menambahkan.
Lebih lanjut diungkapkan, banyak hal yang dibutuhkan untuk menunjang kinerja perusahaan agar bisa terus eksis di pasar global. Pembentukan brand image adalah salah satunya. Selain itu, sebuah produk mestinya mendapatkan market share yang baik di pasar domestik dulu. “Karena di Indonesia kita tuan rumah, kita harus mendapat market share yang baik,” imbuh Hartono.
Ditambahkan, pada waktu perusahaan pertama kali mengambil alih pabrik ban dari pemilik sebelumnya, share perusahaan untuk pasar domestik kecil sekali. “Itu kalau tidak salah sekitar 12 ribu ban per bulan. Tidak ada 3 persen dari total permintaan. Namun sekarang ini, kapasitas produksi kita sudah mencapai 80-90 ribu per bulan. Jadi, hampir 20 persen dari total permintaan. Bisa dibayangkan, dalam waktu lima tahun produksi kita sudah mencapai enam kalinya,” ucapnya dengan bangga.
Untuk ekspor, pertama kali yang dibidik adalah pasar Timur Tengah, dengan produk ban berupa commodity size. Kota Dubai menjadi pilihan untuk pusat distribusi ban Achilles ke hampir seluruh negara di Timur Tengah. Namun demikian, agar produk ban Achilles bisa diterima oleh pasar dunia, pembentukan brand image dirasa sangat penting. Itulah yang kemudian mendorong Achilles berusaha menembus pasar yang dinilai cukup sulit, yaitu pasar Uni Eropa (terutama Jerman), Jepang, dan Australia.
“Jadi, strategi kita pada waktu itu adalah membuat produk yang baik, kemudian kita pergi ke negara yang paling sulit. Di sana kita uji kemampuan produk kita. Apabila kita mampu diterima di sana, tentu kita akan lebih mudah diterima di tempat lain. Dan ternyata ini terbukti. Jadi, kini kita sudah ekspor ke seluruh dunia,” imbuhnya.
Menurut Hartono, saat ini pasar ekspor Timur Tengah masih tetap yang terbesar. Kemudian disusul oleh Uni Eropa, Asia, Australia, dan Amerika Serikat. Di tahun 2009 yang baru saja lewat, total volume ekspor ban Achilles yang dilakukan PT Multistrada Arah Sarana Tbk sekitar 4.180.000 ban. Sementara itu, untuk volume domestik, perusahaan memproduksi sekitar 712.000 ban per tahun (untuk semua jenis ban, termasuk bus dan truk).
Untuk menghadapi persaingan di pasar global, strategi yang dilakukan PT Multistrada Arah Sarana Tbk adalah memberikan kualitas terbaik dalam hal mutu produk. “Quality is very important to us. Kalau ingin barang berkualitas, maka Anda harus mengeluarkan dana lebih. Makanya kita masuk ke ukuran-ukuran yang besar agar diterima di pasar seperti Jerman (Uni Eropa), Jepang dan Australia,” ungkap Hartono.
Ditambahkan, pihaknya juga meng-cover asuransi jiwa dengan product liability insurance. Bila terjadi ada yang meninggal karena pecah ban, misalnya, pihaknya tidak mau mengambil risiko seperti yang terjadi pada kasus “Firestone”.
“Dulu murah sekali kita bayarnya. Sekarang ini sangat mahal setelah ada kejadian ‘Firestone’ di Amerika Serikat—kepunyaan Brigestone. Kejadiannya sekitar tahun 2002, ketika ada seorang pengendara mobil Jeep yang menabrak hingga pengemudinya meninggal gara-gara bannya meledak. Brigestone menderita kerugian sampai USD 1 miliar akibat kecelakaan itu. Sejak saat itu, product liability insurance preminya naik luar biasa,” ungkap Hartono.
Lebih lanjut ditambahkan, product liability insurance itu sangat penting. Rata-rata importir ban tidak mau mengambil risiko. Mereka takut jika terjadi sesuatu. “Sebagai garansi, life insurance, kita yang harus bayar,” jelasnya lagi.
Hambatan
Dalam konteks ekonomi global, tak dipungkiri peran China sangat dominan. Banyak sektor usaha yang sudah didominasi oleh China, termasuk pemasaran produk ban. Untuk melawan dominasi China, beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa melakukan ban—pembatasan berupa undang-undang. Akibatnya tentu saja berdampak juga terhadap pemasaran produk Achilles. Beberapa peraturan itu antara lain green tire (ban tidak boleh mengandung racun); low noise (ban tidak boleh berisik, maksimal 72 db); dan rolling resistance (sangat penting karena saving energy dan juga mengurangi dampak polusi). Semua peraturan ini tidak sembarangan, karena itu perlu teknologi. “Jadi, mereka membuat hambatan dengan teknologi,” ujar Hartono lagi.
Itulah proteksi yang dilakukan pabrik-pabrik besar di Eropa. Lain lagi yang dilakukan oleh Amerika Serikat. Mereka memberlakukan pajak bea masuk yang sangat tinggi, yakni mencapai 35 persen.
“Yang enak adalah kita, karena kita zero persen. Tapi, kita hanya diberi waktu tiga tahun. Makanya, dalam tiga tahun harus melakukan sesuatu. Menciptakan brand image, how to bring our product, supaya bisa dikenal baik, juga menyangkut kualitas dan harga. Kita mau produksi barang dengan kualitas oke dan harga yang terjangkau. Selain itu, kita juga punya program yang disebut customer satisfaction. Dan itu perlu sekali,” ungkap Hartono lebih lanjut.
Berbicara soal segmen pasar yang dibidik dan positioning Achilles di pasar global, diakui Hartono, ban Achilles memiliki pesaing, head to head dengan produk asal Korea dan Taiwan. “Terutama kalau di pasar Jepang, kita head to head dengan dua brand yang cukup terkenal. Dari soal harga pun sama,” imbuh Hartono.
Di masa mendatang, mungkin dua atau tiga tahun lagi, Hartono berharap merek Achilles berada di peringkat 30-50 dunia. “Kalau di Indonesia kita ada di urutan keempat,” ujar Andry Lee, Marketing Manager PT Multistrada Arah Sarana Tbk, menambahkan.
Distribusi
Dalam hal distribusi, Hartono mengakui tidak sembarangan mencari orang. “Kita cari pemain yang benar, tidak sembarangan cari orang. Kita biasanya gunakan probation barrier. Kita beri mereka enam bulan, lalu kita lihat apa yang bisa mereka lakukan dengan produk kita. Begitu hari ini dia beli satu kontainer, kemudian bulan depan naik, dan berikutnya naik lagi, barulah kita bisa percaya. Itu pun kita tidak lantas tanda tangan kontrak. Jadi, benar-benar gentleman agreement,” jelas Hartono lebih jauh.
Selain itu, untuk lebih memahami keinginan dan memantau perilaku pasar, perusahaan rajin mengirim karyawan untuk melakukan survei dan mengunjungi toko-toko di luar negeri. Walhasil, semenjak perusahaan beroperasi pada tahun 2004 hingga sekarang, berbagai prestasi pun telah diraih. Pada tahun 2009 lalu, perusahaan yang pabriknya terletak di Karawang ini telah mencatat ekspor sekitar 400 ribuan ban per bulan. Ke depannya kemungkinan akan meningkat karena pelanggan bertambah banyak dan pesanan pun meningkat. Kemudian, yang prestasi terakhir dicatat adalah perusahaan meraih Investment Award 2009 sebagai juara kedua untuk PMA, dan juara keenam Investment Award 2009 untuk PMDN. (Majalah MARKETING/Harry Tanoso)